Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberi tiga pilihan dalam pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan oleh satuan pendidikan. Hal ini dalam rangka memberi akses merdeka belajar bagi tiap satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum satuan pendidikan. Satuan dapat menentukan kurikulum yang sesuai dengan kondisi setempat dan karakteristik guru dan siswanya. Kurikulum prototipe adalah salah satunya. kurikulum ini merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning).
Kurikulum prototipe sudah diterapkandi 2.500 satuan pendidikan yang tergabung dalam Program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Unggulan pada tahun 2021. Namun di tahun 2022, satuan pendidikan yang tidak termasuk sasaran program sekolah penggarak pun juga diberi wewenang untuk mengadopsi dan mengimplementasikan kurikulum prototipe.
Ada tiga ciri utama kurikulum prototipe, apa saja itu? simak penjelasan berikut!
1. Pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills)
Keterampilan non-teknis adalah perkembangan kemampuan dengan EQ dan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi para siswa. Pada kurikulum prototipe, tidak hanya diajarkan pada keterampilan yang berkaitan dengan bidang yang ditekuni siswa saja, tetapi bisa lintas minat.
Dalam hal ini, kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Zulfikri Anas, yang dikutip dari Koran Tempo Edisi 25 Desember 2021, bahwa guru diminta untuk memberikan sejumlah tugas atau proyek kepada para murid yang sifatnya bisa lintas mata pelajaran, bahkan lintas peminatan.
Pada kurikulum prototipe, siswa Sekolah Dasar (SD) paling tidak dapat melakukan dua kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Sedangkan siswa SMP, SMA/SMK setidaknya dapat melaksanakan tiga kali penilaian proyek. Namun demikian, sekolah tetap diberikan keleluasaan untuk pengembangan program kerja tambahan.
2. Berfokus pada materi esensial
Dengan pembelajaran yang difokuskan pada materi-materi esensial, maka ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi. Dengan begitu, para siswa atau murid tidak tertinggal dalam kemampuan dasar tersebut.
Selain itu, sudah tidak ada lagi jurusan ilmu sosial (IPS), alam (IPA), dan bahasa di jenjang pendidikan SMA. Siswa juga bebas dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan yang diminatinya. Hal ini didasarkan pada kurikulum prototipe yang mengedepankan pengembangan karakter dan kompetensi esensial siswa.
Berbeda dengan kurikulum 2013 yang mengenal istilah KI dan KD, pada kurikulum prototipe terdapat istilah Capaian Pembelajaran (CP). CP merupakan satu kesatuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berkelanjutan, sehingga membangun kompetensi yang utuh.
3. Memberikan fleksibilitas bagi guru
Guru, dalam hal ini, dapat mengajar suatu hal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh si murid. “Fleksibilitas bagi guru, dimaksudkan untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal," jelas Anindito.
Selain itu, perencanaan kurikulum bagi sekolah pun dapat diatur dengan cara yang lebih fleksibel. Dalam kurikulum prototipe, lanjut Anindito, tujuan belajar ditetapkan per fase, yakni dua hingga tiga tahun, untuk memberi fleksibilitas bagi guru dan sekolah.
Hingga saat ini, ada 343 Taman Kanak-Kanak, 1.116 Sekolah Dasar, 547 Sekolah Menengah Pertama, 382 Sekolah Menengah Atas, dan 85 Sekolah Luar Biasa yang telah mengikuti proyek uji coba kurikulum prototipe. Ketika sudah diterapkan, nantinya kurikulum ini bakal dilakukan evaluasi kembali di tahun 2024.
Comments
Post a Comment