Lomba Resensi Buku +fahira idris
Resensi
Buku “ Seberapa Berani Anda Membela Islam?"
oleh Cak Arif
Buku ini dibuka
dengan topik yang menyengat. Bagaimana tidak? Buku ini langsung to the point
dalam menjelaskan esensi seorang pemberani. Dari topic itu saya turut
membenarkan bahwa dinamika yang terjadi saat ini, di mana banyak di antara kita,
bisa jadi saya termasuk di dalamnya, masih bermental pecundang. Secara fisik
laki-laki, namun pola pandang dalam berkehidupan beragama menyerupai perempuan.
Mengapa hal itu terjadi? Ternyata hafa nafsuh yang membuat kita tidak berdaya. Membuat
kita menjadi penakut. Takut akan kehilangan pengaruh, takut akan kehilangan
jabatan, takut akan kehilangan harta, dan sebagainya.
Seorang pemberani
identik dengan laki-laki karena fitrah laki-laki adalah sosok yang menjadi
pelindung bagi kaumnya, baik sesama laki-laki yang lainnya maupun kaum
perempuan utamanya. Namun, pemberani itu bukanlah fisik belaka. Pemberani itu
adalah sebuah aksi nyata yang terlihat secara dhohir maupun batin yang dapat
memberi efek bagi sekelilingnya. Maka tak heran jika kita banyak menemui
perempuan yang pemberani seperti yang disebutkan dalam buku ini bahwa di zaman
Rasulullah SAW muncul para wanita pemberani. Wanita pemberani bukan berarti dia
berani melawan kaum laki-laki, baik suami, maupun ayah atau saudara
laki-lakinya. Wanita pemberani di zaman Rasulullah SAW adalah wanita yang teguh
pendiriannya akan keimanan, akidah, dan akhlaknya. Ketika wanita pemberani ini
memiliki ketiga karakter tersebut, maka hal itu ia dapatkan dari seorang
pemimpin yang menginspirasinya. Pemimpin inspiratory itu adalah Rasulullah SAW.
Peranan pemimpin
sangat berpengaruh dalam menumbuhkan sikap pemberani. Hal itu dicontohkan oleh
Rasulullah setelah bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshor dalam
menyiapkan perang Uhud. Ketika itu Rasulullah menyarankan agar kaum muslimin
bertahan di kota Madinah (red: perang kota) berdasarkan tafsir mimpi yang
dialami Nabi Muhammad. Dalam mimpi itu disebutkan bahwa tangan Nabi bersembunyi
di balik baju bajanya, kemudian mata pedang beliau pecah dan hancur. Beliau
juga melihat beberapa ekor unta disembelih. Namun setelah Nabi Muhammad SAW
menjelaskan maksud mimpi tersebut para kaum muslimin menolak dengan halus
karena pada zaman dahulu ketika mereka masih hidup dalam kejahiliannya, perang
kota adalah perang yang hina. Maka, jika sekarang kaum muslimin mengulang
perbuatan pada masa kejahiliannya, apakah hal itu tidak bertambah hina dina? Akhirnya,
kaum muslimin memusyawarakah untuk perang terbuka. Dari hasil musyawarah itu,
Nabi Muhammad SAW pun masuk ke dalam rumahnya. Para kaum muslimin
bertanya-tanya mengira Nabi Muhammad SAW kecewa karena kuam muslimin tidak
sependat dengan beliau. Namun, para kaum muslimin pun heran ketika Nabi
Muhammad SAW keluar dari rumahnya dan sudah mengenakan baju perang
kebesarannya. Seketika itu Nabi Muhammad SAW berucap bagaimana mungkin aku
marah kalau hal itu sudah diputuskan. Mendengar ucapan tersebut para kaum
muslimin pun terlecut semangatnya dan menekadkan diri untuk berangkat
berperang.
Inspirasi semacam
inilah yang dibutuhkan oleh umat sekarang ini. Pemimpin yang mampu berpegang
teguh dan konsisten dengan apa yang sudah diputuskan. Bukan pemimpin yang
otoriter yang semaunya sendiri dan segala kehendaknya harus dituruti. Peranan pemimpin
sangat berpengaruh dalam menumbuhkan sikap pemberani. Pemimpin menjadi panutan
bagi orang yang dipimpinnya. Jika pemimpin itu lemah, maka rakyat pun ikut
lemah. Butuh pemimpin yang berani dalam bertindak dan mengambil keputusan demi
kemaslahatan umat. Meskipun hal itu merugikan dirinya, namun berbuah
kemaslahatan bagi umatnya. Menjadi pemimpin adalah sebuah pengabdian. Maka dari
itu, jika kita ingin Islam kuat, maka harus punya pemimpin yang pemberani. Pemimpin
yang pemberani melahirkan umat pemberani pula. Umat pemberani akan muncul
manakala dididik dengan cara menguatkan keimanan, akidah, dan akhlaknya. Maka,
jika kurikulum pendidikan Islam dirancang berazaskan ketiga hal itu, tidak akan
mustahil izzul Islam wal muslimin terwujud.
Karakter pemberani
akan terwujud manakala ia mencitai masjid, menyeru ke jalan Allah,
bersungguh-sungguh dan tanggap, bersifat aktif dan bertanggung jawab,
bercita-cita tinggi, mulia dan terhormat, berani di atas kebenaran, berani,
jihad dan pengorbanan, teguh di atas kebenaran, sabar dan membiasakan diri
(istiqomah), memenuhi janji dan jujur kepada Allah, tidak mudah putus asa dan
selalu optimis. Karakter-karakter tersebut adalah karakter yang diajarkan nabi
kepada para sahabat. Maka tidak heran meskipun pada saat itu Islam menjadi
minoritas, namun mampu membuat musuh segan. Sebagaimana dalam buku ini
disebutkan bahwa satu orang pemberani lebih baik dari pada seribu tentara. Oleh
karena itu, kita teguhkan diri kita untuk terus berjuang di jalan Allah dengan
menegakkan sendi-sendi Islam yang rahmatal lil alamin.
HEBAT
ReplyDelete